1.Tahapan
Perkawinan Adat Batak
1. Paranakkon Hata – Para
nakkon hata artinya menyampaikan pinangan oleh paranak (pihak
laki-laki) kepada parboru (pihak perempuan). Pihak perempuan langsung memberi
jawaban kepada ‘suruhan’ pihak laki-laki pada hari itu juga
dan pihak yang disuruh paranak panakkok hata masing-masing
satu orang dongan tubu, boru, dandongan sahuta.
2. Marhusip - Marhusip artinya
membicarakan prosedur yang harus dilaksanakan oleh pihak paranak sesuai dengan
ketentuan adat setempat (ruhut adat di huta i) dan sesuai dengan
keinginan parboru (pihak perempuan). Pada tahap ini tidak
pernah dibicarakan maskawin (sinamot). Yang dibicarakan hanyalah hal-hal
yang berhubungan dengan marhata sinamot dan ketentuan lainnya. Pihak yang
disuruh marhusip ialah masing-masing satu orang dongan-tubu, boru-tubu,
dan dongan-sahuta.
3. Marhata
Sinamot - Pihak yang ikut marhata
sinamot adalah masing-masing 2-3 orang dari dongan-tubu, boru dan dongan-sahuta.
Mereka tidak membawa makanan apa-apa, kecuali makanan ringan dan minuman. Yang
dibicarakan hanya mengenai sinamot dan jambar sinamot.
4. Marpudun
Saut - Dalam Marpudun saut sudah diputuskan: ketentuan yang
pasti mengenai sinamot, ketentuan jambar sinamot kepada si jalo todoan,
ketentuan sinamot kepada parjambar na gok, ketentuan sinamot kepada parjambar
sinamot, parjuhut, jambar juhut, tempat upacara, tanggal upacara, ketentuan
mengenai ulos yang akan digunakan, ketentuan mengenai ulos-ulos kepada pihak
paranak, dan ketentuan tentang adat. Tahapannya sebagai
berikut: [1] Marpudun saut artinya merealisasikan apa yang
dikatakan dalam Paranak Hata, Marhusip, dan marhata
sinamot. [2] Semua yang dibicarakan pada ketiga tingkat pembicaraan
sebelumnya dipudun(disimpulkan, dirangkum) menjadi satu untuk
selanjutnya disahkan oleh tua-tua adat. Itulah yang dimaksud dengan dipudun
saut. [3] Setelah semua itu diputuskan dan disahkan oleh pihak paranak dan parboru,
maka tahap selanjutnya adalah menyerahkan bohi ni sinamot (uang
muka maskawin) kepada parboru sesuai dengan yang dibicarakan. Setelah bohi
ni sinamot sampai kepada parboru, barulah diadakan makan bersama
dan padalan jambar (pembagian jambar). [4] Dalam
marpudun saut tidak ada pembicaraan tawar-menawar sinamot, karena
langsung diberitahukan kepada hadirin, kemudian parsinabung parboru mengambil
alih pembicaraan. Pariban adalah pihak pertama yang diberi kesempatan untuk
berbicara, disusul oleh simandokkon, pamarai, dan
terkahir oleh Tulang. Setelah selesai pembicaraan dengan si
jalo todoanmaka keputusan parboru sudah selesai;
selanjutnya keputusan itu disampaikan kepada paranak untuk melaksanakan
penyerahan bohi ni sinamot dan bohi ni sijalo todoan.
Sisanya akan diserahkan pada puncak acara, yakni pada saat upacara perkawinan
nanti.).
5. Unjuk - Semua
upacara perkawinan (ulaon unjuk) harus dilakukan di halaman pihak
perempuan (alaman ni parboru), di mana pun upacara dilangsungkan,
berikut adalah tata geraknya: [1] Memanggil liat ni Tulang ni boru muli
dilanjutkan dengan menentukan tempat duduk. Mengenai tempat duduk di dalam
upacara perkawinan diuraikan dalam Dalihan Na Tolu. [2]
Mempersiapkan makanan: (a) Paranak memberikan Na Margoar Ni Sipanganon dari parjuhut
horbo. (b) Parboru menyampaikan dengke (ikan,
biasanya ikan mas)
6. Doa makan -
Membagikan Jambar.
7. Marhata
adat – yang terdiri dari tanggapan oleh parsinabung
ni paranak; dilanjutkan oleh parsinabung ni parboru; tanggapan
parsinabung ni paranak, dan tanggapanparsinabung ni parboru.
8. Pasahat
sinamot - Memberikan tuhor kepada pihak perempuan
9. Mangulosi -
Memberikan ulos kepada kedua pengantin
10. Tangiang
Parujungan - Doa penutup pertanda selesainya upacara perkawinan
adat Batak Toba.
2 .
Simbol-Simbol Perkawinan Orang Batak
2.1
Penggunaan Umpasa pada Upacara Adat Perkawinan Batak Toba
Pengertian umpama dan umpasa tidaklah
dapat disamakan seutuhnya dengan perumpamaan dan pantun di dalam kesusastraan
Indonesia. Apabila ditinjau dari segi bentuk dapat dikatakan sama, tetapi
apabila ditinjau dari segi makna atau gagasan yang ingin dikemukakan maka akan
terjadi perbedaan karena umpama dan umpasa menekankan makna bernilai budaya
dengan membandingkan sifat-sifat, kebiasaan, karakteristik, perilaku suatu
binatang, tumbuhtumbuhan, dan benda-benda yang terdapat di sekililing
masyarakat Batak Toba, Misalnya:
Napuran
tano-tano
“Sirih
yang masih menjalar di tanah
Rangging
masi ranggongan
Menjalar
saling tindih-menindih
Badanta
padao-dao
Tubuh kita
saling berjauhan
Tondintai
masigonggoman
Roh kita
saling berdekapan”
Umpasa
terdiri dari empat baris, bersajak aa/aa atau ab/ab. Dua baris pertama
merupakan sampiran dan dua baris terakhir berisi isi. Umpasa ini
mempunyai nilai religi tradisional yang membandingkan sifat daunan sirih dengan
pemahaman religi terhadap manusia yang terdiri dari dua unsur, yaitu tubuh dan
roh. Penggunaan umpasa ketika upacara adat perkawinan
Batak Toba mempunyai makna simbolik sebagai bahasa komunikasi diantara
pihak-pihak yang berkompoten untuk membicarakan segala sesuatu yang berhubungan
dengan pelaksanaan upacara. Setiap pembicara dari suatu utusan, pada awalnya
selalu menutupi keinginannya bersembunyi dalam umpasa yang
memiliki symbol.
2.2 MAKNA
SIMBOL UANG MAHAR PADA UPACARA ADAT PERKAWINAN BATAK TOBA
Mahar disebut juga di dalam masyarakat Batak Toba
dengan sinamot, yaitu pembayaran perkawinan atau emas kawin
dalam bentuk uang, benda, dan kekayaan. Pembicaraan tentang berapa
besarnya sinamot telah dibicarakan sebelum pesta perkawinan
dilangsungkan, kedua belah pihak berunding untuk bersepakat dengan pelaksanaan
pesta perkawinan. Pertemuan ini disebut dengan marhata sinamot
(membicarakan sinamot). Sedangkan pada waktu upacara perkawinan,
sinamotdibagi-bagikan kepada pihak kerabat yang berhak; Suhut (bagian
orang tua dari mempelai perempuan); Si jalo Bara (bagian
saudara laki-laki ayah dari mempelai perempuan; Sijalo Todoan (bagian
sudara laki-laku mempelai perempuan); Tulang ”upa Tulang” (bagian
saudara laki-laki dari ibu mertua perempuan); Pariban ”upa
pariban” (bagian saudara perempuan dari ibu mertua atau bibi dari
pempelai perempuan); dan para undangan pihak perempuan (parboru) yang
hadir walaupun jumlah bilangannya sedikit sebagai bukti (tuhor ni boru).
Pada masyarakat Batak Toba pemberian uang mahar (sinamot) dari
pihak laki-laki kepada pihak perempuan janganlah diartikan sama dengan menjual
sesuatu barang atau benda di pasaran. Pemberian uang mahar (sinamot) mempunyai falsafah
dan makna simbolik yang mendalam sesuai dengan sistem nilai yang diwariskan
secara turun-temurun dan berfungsi pada masyarakatnya. Pengertian dari
pemberian uang mahar (sinamot) yang paling hakiki adalah
proses “pemberian dan penerimaan”. Mempelai perempuan yang telah diberikan
marga oleh pihak keturunan/klan ayahnya akan melepaskan haknya, sebaliknya akan
”menerima sinamot” dari pihak paranak. Pembayaran
uang mahar(sinamot) dengan mahal dapat diartikan sebagai makna
simbolik “harga diri” dari kedua belah pihak di mata sosial masyarakat, di mana
kedua belah pihak berasal dari keluarga ”Raja” yang masing-masing memiliki
wibawa atau harga diri.
2.3 PEMBERIAN
ULOS KETIKA UPACARA ADAT PERKAWINAN BATAK TOBA
Ulos mempunyai “makna” tersendiri bagi
masyarakat Batak Toba yang dapat memberikan kehangatan tubuh dan roh manusia.
Kehangatan tubuh dan roh membuat manusia sehat dan dapat beraktifitas dalam
kehidupan sehari-hari, seperti kata umpasamengatakan:
Ulos
suri-suri,
“Ulos
suri-suri,
Rio di
tonga-tonga,
Ditengahnya banyak hiasan,
parlagu
na uli,
Orang yang baik hati,
So
lupa sian roha.
Tidak akan
terlupakan”.
Ulos merupakan hasil tenunan wanita
Batak Toba yang berbentuk lembaran, memiliki aneka ragam corak dan
keanekaragaman corak tersebut membuat ulos dapat dibedakan
atas jenisnya Pembuatan ulos harus mengikuti pola dan aturan yang harus
sesuai agar kelihatan ideal dan dipercayai memiliki kekuatan “magis “
tradisional. Makna simbolik ulos secara umum terdiri atas tiga
bagian, yaitu; hapal (tebal) memberikan kehangatan tubuh dan
roh bagi yang menerimanya. Sitorop Rambu (banyak rambu pada
ujung ulos) mempunyai arti agar mendapatkan banyak keturunan putra dan putri
bagi yang menerimanya. Ganjang (panjang) yang mempunyai arti
agar orang yang penerimanya panjang umur. Pemberian ulos ketika upacara adat
perkawinan Batak Toba bersamaan dengan penggunaan umpasa, setelah umpasa
selesai diucapkan maka ulos dililitkan ke punggung kedua pengantin. Pemberian
ulos mempunyai makna simbolik sebagai “materai” agar permohonan yang
disampaikan kepada Tuhan Yang Mahaesa menjadi kenyataan seiring dengan
sampainya ulos tersebut untuk mengahangatkan tubuh dan roh kedua pengantin yang
menjadi satu dalam keluarga.
3.Kesimpulan
Simbol-Simbol Upacara Pernikahan Adat Batak
Pada
masyarakat Batak Toba ketika berlangsungnya upacara adat ditemukan banyak
sistem simbol yang mempunyai makna tersendiri, tergantung pada jenis upacara
yang sedang dilaksanakan. Sehubungan dengan tujuan pembahasan dapat ditarik
simpulan, bahwa pada upacara adat perkawinan Batak Toba berlangsung secara umum
ditemukan tiga simbol yaitu, 1. Simbol penggunaan umpasa 2.
Simbol pemberian dan penerimaan uang mahar (sinamot), 3. Simbol
pemberian ulos.
Makna simbol pemberian dan penerimaan uang mahar (sinamot) pada
upacara adat perkawinan Batak Toba adalah keluarga mempelai
perempuan yang telah mewariskan marga klan keturunan, menerima uang sinamot akan
melepaskan haknya kepada mempelai perempuan. Selanjutnya pengantin laki-laki
yang memberikan sinamotakan menerima dan memasukkan mempelai
perempuan ke dalam klan keturunan mempelai laki-laki.
Makna simbol penggunaan umpasa pada upacara
adat perkawinan Batak Toba adalah sebagai sarana komunikasi bagi utusan
pembicara dari kelompok yang berkompoten pada saat upacara berlangsung. Selain
itu, umpasa digunakan sebagai sarana berkomunikasi untuk bermohon
dengan Tuhan Yang Mahaesa agar diberikan hagabeon(memiliki putra
dan putri), hamoraon (memiliki kekayaan harta benda), hasangapon(memiliki
Wibawa dan terpandang), dan saur matua (panjang umur dan dapat
mencapai cita-cita).
Makna simbol pemberian ulos pada saat
upacara adat perkawinan Batak Toba adalah sebagai “materai” agar
permohonan yang disampaikan kepada Tuhan Yang Mahaesa menjadi kenyataan seiring
dengan sampainya ulos tersebut untuk mengahangatkan tubuh dan
roh kedua pengantin yang menjadi satu dalam keluarga.
4.TAHAP-TAHAP
PELAKSANAAN UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK
1. Mangaririt
Sekarang
ini ada yang melaksanakan acara paulak une dan maningkir tangga langsung
setelah acara adat ditempat acara adat dilakukan, yang mereka namakan “Ulaon
Sadari”.
2. Mangalehon Tanda
Mangalehon tanda maknanya mengasih tanda apabila laki-laki
telah menemukan perempuan sebagai calon istrinya, kemudian keduanya saling
memberikan tanda. Laki-laki biasanya mengasih uang kepada perempuan sedangkan
perempuan menyerahkan kain sarung kepada laki-laki, setelah itu maka laki-laki
dan perempuan tersebut telah terikat satu sama lain. Laki-laki lalu
memberitahukan hal tersebut kepada orang tuanya, orang tua laki-laki akan
menyuruh prantara atau domu-domu yang telah mengikat janji dengan putrinya.
3. Marhori-hori Dinding atau Marhusip
Marhusip artinya berbisik, tetapi arti dalam tulisan ini
yaitu pembicaran yang bersifat tertutup atau bisa juga disebut pembicaraan atau
perundingan antara utusan keluarga calon pengantin laki-laki dengan wakil pihak
orang tua calon pengantin perempuan, mengenai mas kawin yang harus di siapkan
oleh pihak laki-laki yang akan diberikan kepada pihak perempuan. Hasil-hasil
pembicaraan marhusip belum perlu diketahui oleh umum karena untuk menjaga
adanya kemungkinan kegagalan dalam mencapai kata sepakat. Marhusip biasanya
dilaksanakan di rumah perempuan. Domu-domu calon pengantin laki-laki akan menerangkan
tujuan kedatangan mereka pada keluarga calon pengantin perempuan.
4. Marhata Sinamot
Marhata sinamot biasanya diselenggarakan setelah selesai
membagikan jambar. Marhata sinamot adalah membicarakan berapa jumlah sinamot
dari pihak laki-laki, hewan apa yang disembelih, berapa banyak ulos, berapa
banyak undangan dan dimana dilaksanakan upacara pernikahan tersebut. Adat
marhata sinamot bisa juga dianggap sebagai perkenalan resmi antara orang tua
laki-laki dengan orang tua perempuan. Mas kawin yang diserahkan pihak laki-laki
biasanya berupa uang sesuai jumlah mas kawin tersebut di tentukan lewat
tawar-menawar.
5. Pudun Saut
Pihak kerabat pria tanpa hula-hula mengantarkan wadah sumpit
berisi nasi dan lauk pauknya (ternak yang sudah disembelih) yang diterima oleh
pihak parboru dan setelah makan bersama dilanjutkan dengan pembagian Jambar
Juhut (daging) kepada anggota kerabat, yang terdiri dari :
Kerabat marga ibu (hula-hula)
Kerabat marga ayah (dongan tubu)
Anggota marga menantu (boru)
Pengetuai (orang-orang tua)/pariban
Diakhir kegiatan Pudun Saut maka pihak keluarga wanita dan
pria bersepakat menentukan waktu Martumpol dan Pamasu-masuon.
6. Martumpol (baca : martuppol)
Martumpol bagi orang Batak Toba bisa disebut juga sebagai
acara pertunangan tetapi secara harafiah martupol merupakan acara kedua
pengantin di hadapan pengurus jemaat gereja diikat dalam janji untuk
melangsungkan pernikahan. Upacara adat ini diikuti oleh orang tua kedua calon
pengantin dan keluarga mereka beserta para undangan yang biasanya diadakan di
dalam gereja, karena yang mengadakan acara martumpol ini kebanyakan adalah
masyarakat Batak Toba yang beragama Kristen.
7. Martonggo Raja atau Maria Raja
Martonggo raja merupakan suatu kegiatan pra upacara adat yang
bersifat seremonial yang mutlak diselenggarakan oleh penyelenggara yang
bertujuan untuk mempersiapkan kepentingan pesta yang bersifat teknis dan non
teknis. Pada adat ini biasanya dihadiri oleh teman satu kampung, dongan tubu
(saudara). Pihak hasuhuton (tuan rumah) memohon izin kepada masyarakat sekitar
terutama dongan sahuta (teman sekampung) untuk membantu mempersiapkan dan
menggunakan fasilitas umum pada upacara adat yang sudah direncanakan.
8. Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan)
Pemberkatan pernikahan kedua pengantin dilaksanakan di Gereja
oleh Pendeta. Setelah pemberkatan pernikahan selesai, maka kedua penagntin
telah sah menjadi suami istri menurut gereja. Setelah pemberkatan dari Gereja
selesai, lalu kedua belah pihak pulang ke rumah untuk mengadakan upacara adat
Batak dimana acara ini dihadiri oleh seluruh undangan dari pihak laki-laki dan
perempuan.
9. Ulaon Unjuk (Pesta Adat)
Setelah selesai pemberkatan dari Gereja, kedua pengantin juga
menerima pemberkatan dari adat yaitu dari seluruh keluarga khususnya kedua
orang tua. Dalam upacara adat inilah disampaikan doa-doa untuk kedua pengantin
yang diwakili dengan pemberian ulos. Selanjutnya dilaksanakan pembagian jambar
(jatah) berupa daging dan juga uang yaitu: Jambar yang dibagi-bagikan untuk
pihak perempuan adalah jambar juhut (daging) dan jambar tuhor ni boru (uang)
dibagi sesuai peraturan.Jambar yang dibagi-bagikan untuk pihak pria adalah
dengke (baca dekke/ ikan mas arsik) dan ulos yang dibagi sesuai peraturan.
Pesta Adat Unjuk ini diakhiri dengan membawa pulang pengantin ke rumah paranak.
10. Mangihut Di Ampang atau Dialap Jual
Dialap Jual artinya jika pesta pernikahan diselenggarakan di
rumah pengantin perempuan, maka dilaksanakanlah acara membawa penagntin
perempuan ke tempat mempelai laki-laki.
11. Ditaruhon Jual
Jika pesta pernikahan diselenggarakan di rumah pengantin
laki-laki, maka pengantin perempuan dibolehkan pulang ke tempat orang tuanya
untuk kemudian diantar lagi oleh para namboru-nya ke tempat namboru-nya. Dalam
hal ini paranak wajib mengasih upa manaru (upah mengantar), sedang dalam dialap
jual upa manaru tidak diberlakukan.
12. Paranak makan bersama di tempat kediaman si Pria (Daulat
ni si Panganon)
Setibanya pengantin wanita beserta rombongan di rumah
pengantin pria, maka diadakanlah acara makan bersama dengan seluruh undangan
yang masih berkenan ikut ke rumah pengantin pria.
Makanan yang dimakan adalah makanan yang dibawa oleh pihak
parboru
13. Paulak Une
Adat ini dimasukkan sebagai langkah untuk kedua belah pihak
bebas saling kunjung mengunjungi setelah beberapa hari berselang upacara
pernikahan yang biasanya dilaksanakan seminggu setelah upacara pernikahan.
Pihak pengantin laki-laki dan kerabatnya, bersama pengantin mengunjungi rumah
pihak orang tua pengantin perempuan. Kesempatan inilah pihak perempuan
mengetahui bahwa putrinnya betah tinggal di rumah mertuanya.
Setelah satu, tiga, lima atau tujuh hari si wanita tinggal
bersama dengan suaminya, maka paranak, minimum pengantin pria bersama istrinya
pergi ke rumah mertuanya untuk menyatakan terima kasih atas berjalannya acara
pernikahan dengan baik, terutama keadaan baik pengantin wanita pada masa
gadisnya (acara ini lebih bersifat aspek hukum berkaitan dengan kesucian si
wanita sampai ia masuk di dalam pernikahan).
Setelah selesai acara paulak une, paranak kembali ke kampung
halamannya/rumahnya dan selanjutnya memulai hidup baru.
14. Manjae
Setelah beberapa lama pengantin laki-laki dan perempuan
menjalani hidup berumah tangga (kalau laki-laki tersebut bukan anak bungsu),
maka ia akan dipajae, yaitu dipisah rumah (tempat tinggal) dan mata pencarian.
Biasanya kalau anak paling bungsu mewarisi rumah orang tuanya.
15. Maningkir Tangga (baca: manikkir tangga)
Setelah
pengantin manjae atau tinggal di rumah mereka. Orang tua beserta keluarga
pengantin datang untuk mengunjungi rumah mereka dan diadakan makan bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Siahaan,
N. 1964. Sejarah Kebudayaan Batak.
Medan:Napitupulu
& Sons.
Siahaan,
Mangaraja Asal. 2004. Adat dohot Umpama. Pematang siantar: Tulus Jaya.
Sibarani,
Parda. 1976. Umpasa Batak Dohot Lapatanna. Pematang Siantar:”Parda”.
Tampubolon,
Radja Patik. 1960. Adat Batak Taringot Parjambaran. Pematang Siantar.
Vergowen,
J.C. 1985. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. Jakarta:Pustaka Azet.
http://suarakedaulatan.com/ini-tata-cara-dan-tahapan-prosesi-pernikahan-dalam-adat-batak-toba/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar